6.1.10

EVALUASI KESEHATAN 2009

MENELAAH 2009 DAN MENATAP 2010
DI BIDANG KESEHATAN


Paulus Januar
*



Meninggalkan tahun 2009 dan memasuki tahun 2010 patut dilakukan refleksi di bidang kesehatan yang merupakan salah satu unsur utama harkat kemanusiaan dan kesejahteraan rakyat. Sampai sejauh mana prestasi yang telah dicapai serta juga permasalahan dan tantangan ke depan di bidang kesehatan perlu menjadi perhatian bersama.
Di samping yang secara umum dalam bentuk kemajuan pelaksanaan berbagai program kesehatan maupun masih belum memuaskannya taraf kesehatan masyarakat, pada tahun 2009 secara nasional terdapat pula beberapa hal yang menonjol di bidang kesehatan antara lain ditetapkannya berberapa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan yaitu UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pengangkatan menteri kesehatan Kabinet Indonesia Bersatu II, maupun juga terjadinya kasus Prita Mulyasari. Dalam bidang kesehatan gigi, tahun 2009 merupakan era baru dengan dicantumkannya kesehatan gigi dan mulut pada UU Kesehatan. Kenyataan ini mendasari evaluasi bidang kesehatan di tahun 2009, serta bagaimana menata antisipasi ke depan di tahun 2010.


2010 SEBAGAI TAHUN PENELAAHAN VISI INDONESIA SEHAT
Tahun 2010 merupakan tonggak evaluasi pelaksanaan Visi Indonesia Sehat 2010. Selama ini telah ditetapkan serangkaian indikator mengenai capaian yang hendak diwujudkan dalam pelaksanaan Indonesia Sehat 2010. Dengan demikian patut dilakukan evaluasi, sampai sejauh mana visi pembangunan Indonesia Sehat 2010 telah berhasil dilaksanakan. Di samping itu patut pula diperhatikan bahwasanya kesehatan tidak dapat dilihat hanya secara kuantitatif belaka seperti angka kematian, tingkat penyakit, banyaknya rumah sakit yang dibangun dsb., namun juga menyangkut peningkatan martabat hidup manusia. Bahkan bila upaya kesehatan telah dijalankan dengan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi sekali pun, tetap akan menyalahi hakikatnya bila martabat kemanusiaan diabaikan.

PROGRAM KESEHATAN
Berdasarkan konstitusi, kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak azasi manusia serta negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan. Namun kencenderungan selama ini, pelayanan kesehatan lebih diartikan mengobati orang sakit, dan bukannya juga mengusahakan agar masyarakat yang sehat tetap sehat. Pandangan keliru tersebut bukan hanya terdapat di kalangan masyarakat umum, namun juga pada sementara pengambil keputusan, bahkan tidak jarang pada kalangan profesi kesehatan. Selama ini program di bidang kesehatan maupun alokasi dana, umumnya lebih ditujukan untuk upaya kuratif, sedang untuk promosi kesehatan dan pencegahan penyakit masih kurang memadai. Memang harus diakui, upaya kuratif lebih menimbulkan efek tebar pesona, namun sama sekali tidak akan mengatasi permasalahan kesehatan secara mendasar. Sayangnya kenyataan menunjukkan, selama ini promosi kesehatan dan pencegahan penyakit masih lebih sebagai semboyan dan kurang implementasinya sebagai prioritas program.
Pendekatan kuratif dari segi pembiayaan sangat membebani pemerintah maupun masyarakat. Apalagi hingga saat ini sekitar 70% biaya kesehatan ditanggung sendiri (out of pocket) yang pada kenyataannya sangat membebani masyarakat, termasuk bagi kalangan mampu. Untuk mengatasinya, sebenarnya sistem asuransi kesehatan sosial telah ditetapkan pada UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), namun belum juga dilaksanakan. Kemudian secara khusus, dalam UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan ditetapkan bahwa, setiap orang berkewajiban turut serta dalam program asuransi kesehatan sosial. Hal ini perlu segera dijalankan mengingat dengan sistem asuransi kesehatan sosial secara nasional, seluruh potensi finansial masyarakat dapat dihimpun untuk secara kolektif mengatasi biaya kesehatan. Di masa mendatang dengan prioritas pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, serta dijalankannya asuransi kesehatan sosial, maka dapat digunakan secara efektif dan efisien alokasi dana untuk kesehatan yang berdasarkan UU Kesehatan ditetapkan sebesar 5% dari APBN dan 10% dari APBD di luar gaji.
Selanjutnya dalam menata masa depan kesehatan perlu diperhatikan agar kesehatan tetap pada hakikatnya untuk kesejahteraan sosial dan kemanusiaan serta tidak semata-mata menjadi komoditas ekonomi yang dintegrasikan sebagai bagian dari kepentingan pasar. Harus diakui, penetrasi pasar global ke segala bidang kehidupan telah mengakibatkan semakin menguatnya aspek ekonomi dari kesehatan. Namun patut diperhatikan hakikat kemanusiaan dan sosial dari upaya kesehatan hingga tidak terjebak pada komersialisasi pelayanan kesehatan.
Dalam pelaksanaan program kesehatan di masa mendatang patut pula diperhatikan perubahan masyarakat yang tengah berlangsung. Pada perubahan kehidupan masyarakat yang tengah berlangsung terjadi peningkatan kesadaran masyarakat akan hak-haknya dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini terlihat dengan meningkatnya tuntutan akan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau serta juga berkembangnya sikap kritis masyarakat terhadap upaya kesehatan. Selain itu meningkat pula partsipasi masyarakat bahkan keinginan untuk lebih dilibatkan lagi dalam pengambilan keputusan di bidang kesehatan. Dalam penyusunan dan pelaksanaan program kesehatan, perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat tersebut perlu ditanggapi dengan sebaik-baiknya.
Dalam menyongsong masa mendatang, perlu dilakukan langkah-langkah strategis dalam rangka mengatasi permasalahan kesehatan terutama dalam bentuk:
o Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit perlu menjadi prioritas, dengan tidak meninggalkan kegiatan kuratif dan rehabilitatif.
o Asuransi kesehatan sosial bagi seluruh rakyat agar segera dilakukan realisasinya dalam rangka membangun sistem pembiayaan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
o Sesuai dengan perubahan masyarakat yang terjadi, mempertahankan hakikat upaya kesehatan sebagai bagian dari perwujudan kesejahteraan sosial, serta pemberdayaan peran serta masyarakat dalam mengatasi permasalahan maupun dalam pengambilan keputusan di bidang kesehatan perlu dijalankan dengan baik.

KESEHATAN GIGI
Kesehatan gigi selama ini tidak mendapat prioritas yang memadai padahal merupakan permasalahan yang serius. Hasil RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2007 yang diselenggarakan Departemen Kesehatan RI menunjukkan, kerusakan gigi karena karies (gigi berlubang) dialami 72,1% penduduk, dan di antaranya 46,5% merupakan karies aktif yang tidak mendapatkan perawatan. Dari seluruh kasus karies gigi di Indonesia, yang telah dirawat (Performed Treatment Index) baru sebesar 1,6%, bahkan di DKI Jakarta sekali pun hanya 4,4% saja yang telah dirawat. Padahal bila penyakit gigi tidak dirawat akan menjadi semakin parah, hingga memerlukan perawatan yang lebih rumit serta pembiayaan yang lebih besar, di samping berakibat menurunnya produktivitas seseorang. Selain itu, kerap tidak disadari bahwa kesehatan gigi merupakan bagian integral dari keseluruhan kesehatan tubuh.
Pada tahun 2009 Kesehatan gigi dan mulut dapat dikatakan memasuki era baru dengan dicantumkannya kesehatan gigi dan mulut pada UU Kesehatan yang baru yakni UU No. 36 tahun 2009. Pada UU Kesehatan yang lama yakni UU No. 23 tahun 1992, kesehatan gigi sama sekali tidak tercantum. Pada UU Kesehatan yang baru, kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu kegiatan penyelenggaraan upaya kesehatan, bahkan terdapat bagian khusus mengenai kesehatan gigi dan mulut.
Pencantuman pada UU Kesehatan menunjukkan meningkatnya perhatian pentingnya kesehatan gigi dan mulut. Sebagai realisasinya, di masa mendatang program kesehatan gigi dan mulut perlu diberikan prioritas yang memadai, serta secara konkret dijalankan melalui pengembangan sistem dan penataan kelembagaan. Dalam rangka mengatasi tingginya tingkat penyakit gigi perlu dibangun sistem pelayanan yang menekankan pada kegiatan promosi kesehatan gigi dan pencegahan penyakit. Bagi perwujudan peran negara dalam penyediaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut perlu dilakukan penataan kelembagaan yang menanganinya baik pada struktur Departemen Kesehatan maupun pada Pemerintah Daerah. Selama ini kelembagaan yang menangani pelayanan kesehatan gigi dan mulut cenderung belum berjalan sebagaimana mestinya.Dengan meningkatnya perhatian terhadap kesehatan gigi sekaligus menunjukkan eksistensi kesehatan gigi sebagai bagian integral dari pembangunan di bidang kesehatan dalam rangka turut serta mewujudkan kesejahteraan rakyat. Tetapi di lain pihak juga merupakan tantangan sekaligus dorongan bagi kalangan profesi kesehatan gigi untuk pengembangan peran dan tanggung jawab dalam dedikasinya bagi masyarakat.
* Dr Paulus Januar, drg, MS adalah Ketua Organisasi dan TataLaksana dan Hukum Pengurus Besar PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar